Wednesday, January 20, 2016

Ulama Syiah Berubah Menjadi Babi

https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=6350621372319428354#editor/target=post;postID=7029154106622024801;onPublishedMenu=posts;onClosedMenu=posts;postNum=0;src=link

Pada perayaan Maulid Nabi Muhammad s.a.w di Ponpes Anwarut Taufiq, Kota Batu (17/1/2016), yang diasuh oleh Habib Achmad Jamal bin Thoha Baagil, salah satu penceramah yang berasal dari Malang, KH. Nur Hasanudin bertutur tentang kisah pribadinya ketika bersama gurunya ulama besar Aswaja Sayyid Prof. DR. Muhammad bin Alawy Al Maliki di Makkah
Beliau mengisahkan dari Sayyid Maliki yang mendengar langsung dari salah satu cucunya bahwasanya ada salah satu Ulama Sunni dan Ulama Syiah di sebuah kota. Pada satu ketika, ulama syiah ini mengundang ulama sunni untuk mengisi ceramah di rumahnya. Namun tidak serta merta dipenuhi undangan tersebut hingga sampai yang ketiga kalinya.
Pada undangan yang ketiga, ulama sunni memenuhi undangan tersebut dan datang ke rumah ulama syiah.

Sesampai di rumahnya, dia teringat akan sesuatu dan disampaikan kepada tuan rumah, “Saya tadi lupa belum melaksanakan shalat dhuha, bolehkah saya numpang shalat dhuha di rumah ini?” ujar ulama sunni tersebut. “Oh, baik. Silahkan anda shalat dhuha dulu,” jawab ulama syiah.

Ketika ulama sunni melaksanakan shalat dhuha, samar-samar dia mendengar obrolan ulama syiah dengan keluarganya, “Alhamdulillah, akhirnya dia berkenan datang ke rumah kita. Saya ingin menjamunya dengan jamuan yang istimewa.

Siapkan ‘Aisyah’ untuk disembelih dan hidangkan untuk tamu kita.” ujarnya.

Mendengar ucapan ulama syiah, dia terkejut dan penasaran, apa yang dia maksud dengan ‘menyembelih Aisyah?’

Maka dia percepat shalat dhuha-nya dan dia datangi tuan rumah, “Maaf, ditengah shalat dhuha tadi saya mendengar kau akan menghidangkan sesuatu kepada saya. Apa itu?” tanyanya kepada ulama syiah yang mengundangnya. “Ya, saya akan sembelihkan ‘Aisyah’ untuk anda. Karena ketika saya mengundangmu yang pertama kali, saya menyembelih ‘Abu Bakar’, namun anda tidak datang.

Undangan yang kedua, saya menyembelih ‘Umar’, namun lagi-lagi anda tidak datang. Dan sekarang yang tersisa dari kambing saya cuma si ‘Aisyah’, jadi akan saya sembelih dia untuk anda.” jelas ulama syiah kepada tamunya.

Mendengar penjelasan dari tuan rumah, ulama sunni tersebut terkejut dan kaget.

“Apa? Kamu akan menyembelih kambing yang kau sebut ‘Aisyah’? Baiklah jika begitu tunggulah sebentar, saya akan pulang ke rumah untuk mengambil sesuatu,” ujar ulama sunni.

Selang beberapa saat kemudian datanglah ulama sunni kembali di rumah ulama syiah sambil membawa sebuah pedang yang terhunus. Dia berkata kepada tuan rumah, “Sebelum kau sembelih ‘Aisyah’, saya akan menyembelihmu terlebih dahulu,” ujarnya sambil langsung menebas kepala ulama syiah yang disaksikan oleh beberapa anggota keluarganya.

Setelah menyembelih ulama syiah, dia kembali pulang ke rumahnya dan tertidur.

Dalam tidurnya ulama sunni itu sayup-sayup mendengar kegaduhan di luar rumahnya, dan dia bangkit dari tempat tidur untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata di luar rumah sudah berkumpul masyarakat yang ingin menghakiminya. Melihat suasana itu, sang ulama sunni ketakutan dan kembali ke kamarnya. Di tengah ketakutannya, dia tertidur dan bermimpi di datangi oleh Rasulullah dengan pakaian serba putih seraya berkata, “Keluarlah, temui mereka dan katakan :

Saya tidak membunuhnya!”
Melihat mimpi itu, sang ulama sunni terbangun kemudian beranjak keluar dari kamar dan melihat ke arah jendela. Dia mengurungkan niatnya dan kembali lagi ke kamar kemudian tertidur.

Dalam tidurnya, dia kembali bermimpi didatangi oleh Rasulullah sambil berkata, “Keluarlah, temui mereka dan katakan : Saya tidak membunuhnya!”
Kembali dia terbangun dan merenung dalam ketakutan, benarkah apa yang disampaikan Rasulullah?.

Ulama sunni tersebut bimbang dan akhirnya kembali tertidur. Dalam tidurnya kali ini Rasulullah kembali datang sambil berkata,
ﻣﺎ ﻗﺘﻠﺘﻪ ﺇﻻ ﺧﻨﺰﻳﺮﺍ

“Keluarlah sekarang, dan katakan pada mereka : Saya tidak membunuhnya, karena sesungguhnya yang saya sembelih adalah seekor ‘babi’.”

Mendengar ucapan Rasulullah kali ini dia beranikan diri untuk keluar dan menemui masyarakat.

 “Wahai saudara-saudaraku, saya tidak membunuhnya!” ujarnya kepada warga yang hadir. “Bohong, kamulah yang membunuh ayah saya!” jawab anak dari ulama syiah.

“Tidak, saya tidak menyembelihnya. Yang saya sembelih adalah seekor babi hutan. Kalo tidak percaya, ayo kita lihat ke rumahnya,” jelas ulama sunni.

Mendengar itu, warga yang sudah geram dan ingin menghakimi ulama sunni kembali berbondong-bondong pergi ke rumah ulama syiah untuk membuktikan apa yang terjadi. Ketika sudah tiba di rumah ulama syiah, mereka tidak menemukan apapun kecuali bangkai babi yang tergeletak di lantai dengan kepala yang terputus.

Dalam kisah ini, KH. Nur Hasanudin mendengar langsung dari Sayyid Prof. DR. Muhammad bin Alawy Al Maliki. Sayyid Maliki mendengar cerita dari cucunya yang bertemu langsung dengan ulama sunni dalam kisah di atas.

Begitulah kondisi kaum syiah yang hobi menghujat para sahabat Nabi dan isteri-isteri Nabi s.a.w. Nabi pun tidak rela dengan kondisi itu dan menunjukkan siapa jati diri sesungguhnya bagi siapapun yang menghina keluarga serta sahabatnya.

Syekh as-Shalihi menyebutkan dalam Subulul Huda war-Rasyad (XI/169), mengutip riwayat Ibnu Asakir dan Abu al-Hasan al-Khal’i bahwa Rasulullah saw pernah bersabda kepada Sayidah Aisyah:

ﻳﺎ ﻋﺎﺋﺸﺔ، ﺇﻧﻪ ﻟﻴﻬﻮﻥ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﺃﻧﻲ ﻗﺪ ﺭﺃﻳﺘﻚ ﺯﻭﺟﺘﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ

“Aisyah, mati terasa ringan bagiku karena aku tahu bahwa engkau tetap menjadi istriku di surga.”
Radliyallallahu anhum. Wallahu Alam.

"semoga kita bisa memetik hikmahnya dari kisah tsb diatas"

No comments:

Post a Comment