Sunday, January 3, 2016

Mustajabnya Doa Seorang Ibu

https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=6350621372319428354#editor/target=post;postID=3419310400459480666;onPublishedMenu=posts;onClosedMenu=posts;postNum=1;src=link


Ibu, Doanya di dengar Allah swt, laknatnya di aminkan malaikat, dan caci makinya tembus sampai langit ke tujuh.

Ibu jangan di pancing-pancing kemarahannya, jangan bangkitkan kesalahannya, dan jangan di buat meluap murkanya. Sekali meluncur dari mulutnya kata-kata yang tidak baik, sama artinya "sabada dadi" terjadilah yang akan terjadi.

Berbahagialah wahai orang-orang yang masih sempat hidup bersama ibunya. Syurga ada di telapak kaki ibu. Keberkahan hidup akan terus mengalir bersama sang ibu. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa ada pengabdian kepada sang ibu. Terlalu banyak dan bahkan tidak terhingga pengorbanannya.

Ingatlah, ketika kalian masih hidup  bersama ibu dan orang tua, kalian layaknya seorang raja atau ratu. Kalian tidak pernah repot. Mau apa saja tinggal menyuruh ibu. Ingin makan tinggal berteriak kepada ibu. Padahal semua yang ada adalah milik ibu dan orang tua. Mereka yang punya uang, mereka yang mencari duit, dan mereka yang mempunyai perlengkapan. Satu yang di harapkan oleh orang tua, kelak kalian mampu "mikul duwur mendem jero", artinya "mengangkat harkat dan martabat orang tua"

Sungguh sangat ironis apa yang terjadi, "ketika orang tua kaya anaknya menjadi raja", dan "ketika anaknya kaya, orang tua menjadi pembantu". fenomena ini tidak di pungkiri, walau prosentasenya kecil. Imam muslim dalam kumpulan hadits shahihnya yang menceritakan kisah seorang anak yang "didemo" atau terkena fitnah karena mengabaikan panggilan ibunya.

Adalah seorang yang taat beribadah dari kaum bani israel, bernama Juraij. Tidak diragukan lagi keshalehannya, sampai seluruh kaum mengenalnya. Mereka semua menaruh hormat dan menyanjungnya. Hubungan sosialnya bagus, suka menolong, dan sangat peduli kepada kaum dhuafa'.

Pada suatu hari ketika ia sedang melakukan ibadah di sebuah mushalla, ibunya datang memanggilnya, mungkin ada sebuah keperluan yang tidak seberapa. "Juraij, anakku," katanya.

Sang anak sedang shalat. Dia mendengar panggilan ibunya, tetapi ada kebimbangan antara meneruskan shalat atau membatalkan shalat. "Yaa allah, ibuku atau shalatku?'', katanya dalam hati.
Dan akhirnya panggilan ibunya itu di abaikan, dia memilih meneruskan shalatnya.

Ibunya pulang ke rumah tanpa mendapat jawaban, tidak ada kata "ya" atau "tidak" yang keluar dari juraij. Ibunya tahu juraij sedang shalat. "tak apalah, besok masih ada waktu", katanya sambil beranjak meninggalkan mushalla.

Keesokan harinya datang kembali dan memanggil : "juraij, anakku" ibunya memanggil. Namun juraij sedang khusyuk dalam shalatnya. Dia mendengar panggilan ibunya dari balik tembok mushalla. Batinnya bertanya : "yaa Allah, ibuku atau shalatku?". Ada kebimbangan pilihan, menemui ibunya atau terus menjalankan ibadah. Dan juraij memilih terus menjalankan ibadah, membiarkan ibunya menunggu di luar.

Lama sekali ibunya menanti di luar mushalla, tetapi tetap tidak ada jawaban. "Jawaban saja tidak ada, ngapain lama-lama disini," kata ibu itu berbisik sambil beranjak meninggalkan mushalla.

Untuk kali ketiga ibunya datang ke mushalla. Kali ini panggilannya agak di keraskan sedikit. Pagi itu, juraij benar-benar sedang sujud di hadapan Allah swt. Dia konsentrasi penuh dalam ibadah. Panggilan ibunya di abaikan. Dia lebih memilih bertemu Allah dari pada menemui ibunya. Padahal semestinya, menemui ibunya terlebih dahulu, baru menghadap Allah swt. Sebab ibu adalah pintu yang membuka jalan untuk bertemu Allah swt.

Jawaban yang di tunggu-tunggu tidak kunjung terdengar, sama dengan hari pertama dan hari kedua. Habis sudah keinginannya untuk bertemu dengan anaknya, sekalipun tidak pernah habis kesabarannya. Dalam kejengkelannya, ibu ini berdoa : "yaa Allah, janganlah engkau matikan juraij sebelum dia di lilit masalah pelacuran".

Hari terus berlalu. Semua orang di hebohkan berita yang menggemparkan. Seorang pelacur hamil tanpa ayah. Dia mengaku telah di zinai oleh juraij dalam mushalla tempat ibadahnya. Masyarakat berbondong-bondong mendatangi mushalla dengan teriakan dan yel-yel "habisi juraij, bakar mushalla yang di jadikan tempat mesum" dan sebagainya. Mereka terlanjur emosi, tidak perlu dialog dan negosiasi dengan juraij. "Jelas, ini sebuah penistaan simbol-simbol agama", kata pemimpin dari mereka. Tiba-tiba seseorang mulai melemparkan batu ke mushalla, karuan saja yang lain ikut beramai-ramai menyerbu mushalla. Mushalla roboh dan hancur berantakan.

Juraij tidak punya waktu untuk menanyakan masalah, masyarakat sudah tidak terkendalikan amarahnya. Dia terpaksa keluar demi menyelamatkan diri dari runtuhan bangunan. Habis sudah bangunan itu, luluh lantah rata dengan tanah. Ketika situasi agak mereda, juraij bertanya kepada mereka : "ada apa ini?"

Mereka menjelaskan : "seorang perempuan telah melahirkan anak tanpa bapak. Dia mengaku kamu yang telah melakukannya". 

"Ini adalah fitnah. coba bawa kesini bayi yang di lahirkan?" juraij meminta kepada mereka. Kemudian mereka pun mendatangkan bayi yang di maksud.

Dengan izin Allah swt, bayi itu di pegang perut dan kepalanya, lalu di tanya oleh juraij : "Hai anak kecil, siapakah bapak mu?"

Bayi itu menjawab : "bapakku adalah si fulan penggembala kambing, dan ibuku adalah si fulanah seorang pelacur".

Seketika itu seluruh masyarakat tertegun, takjub saling memandang satu dengan yang lainnya, seakan menunjukan penyesalan atas tindakannya yang sembrono tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Namun mereka masih kurang yakin sebelum menanyakan langsung kepada pelacur dan penggembala yang di maksud. Pelacur itu mengaku, bahwa memang benar apa yang di katakan sang bayi. Suatu senja dia datang ke mushalla juraij dan ingin mengajaknya berhubungan intim. Tetapi juraij tidak bergeming atas rayuan dan dandanan yang merangsang, dia terus beribadah. "Padahal nafsuku benar-benar sedang memuncak", katanya. Dalam kondisi seperti itu, ada seorang penggembala kambing yang lewat, lalu di ajak menyalurkan nafsunya di emperan mushalla. Maka terjadilah apa yang sudah terjadi, hamil dan melahirkan.

Kini menjadi jelas masalahnya. Mushalla terlanjur porak poranda. Masyarakat ingin membangunnya kembali dalam bentuk yang lebih indah, akan di hias dengan emas dan perak, tetapi juraij hanya meminta supaya di kembalikan seperti sedia kala yaitu bangunan dari tanah.

Kisah ini memberi pelajaran kepada kita betapa pentingnya menyambut panggilan seorang ibu, dan betapa mustajabnya doa seorang ibu. Ibu mana yang tega melihat anaknya menderita. Dan inilah yang harus di sadari oleh kita. Jangan ada kata "entar" ketika ibu menyuruh dalam hal kebaikan. Jangan ada kata "tidak" ketika ibu memerintah, kecuali kalau kita sedang dalam keadaan darurat. Buatlah sesenang mungkin ibu kita, supaya kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat pujian bukan kalimat cacian.

No comments:

Post a Comment