Tuesday, February 16, 2016

Pengertian Waria, Banci, Tomboy Di Dalam islam

https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=6350621372319428354#editor/target=post;postID=2795696511406495727;onPublishedMenu=posts;onClosedMenu=posts;postNum=1;src=link

A. Pengertian Banci/Waria/Tomboy Dalam Islam.

Anda mungkin pernah melihat orang banci ataupun waria, bagaimanakah pandangan islam terhadap orang banci atau waria ?

Waria (dari wanita-pria) atau wadam (dari hawa-adam) dalam pengertian istilah umum diartikan sebagai laki- laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari kaum banci yang sering menjadi ledekan dan bahan tertawaan, ternyata islam tidak mengabaikannya begitu saja, sebab ia juga manusia mukallaf sebagaimana lelaki dan wanita normal. Karenanya, dalam fiqih Islam, kita mengenal istilah mukhannats (banci/bencong), mutarajjilah (wanita yang kelelakian), dan khuntsa (interseks/berkelamin ganda).

Waria dikenal dengan Al-Mukhonats ( istilah ini yang akan kita gunakan untuk waria, wadam, bencong, banci), dan secara Istilah Syariat, didefinisikan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullahu sebagai laki-laki yang menyerupai wanita dalam gerakan, gaya bicara dan sebagainya. Apabila hal tersebut merupakan asli dari penciptaan dia (dari lahir. Pent) maka dia tidak bisa disalahkan dan dia diharuskan menghilangkan hal tersebut.

Dan apabila hal tersebut merupakan sesuatu yang datang dari keinginannya dan dia berusaha untuk bisa seperti itu maka hal tersebut merupakan sesuatu yang tercela dan dengan itu ditetapkanlah nama Al-Mukhonats (Waria) untuknya baik dia melakukan perbuatan kotor (Homoseksual) ataupun tidak. (Fathul Bari’, 9/334).

Secara makna Masing-masing dari istilah ini memiliki definisi dan konsekuensi berbeda, Untuk lebih jelasnya, perlu diperhatikan definisi para ulama tentang banci dan waria, berangkat dari hadits shahîh yang diriwayatkan oleh Imam Bukhâri berikut:

ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ، ﻗﺎﻝ: ﻟﻌﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﻤﺨﻨﺜﻴﻦ ﻣﻦ
ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻭﺍﻟﻤﺘﺮﺟﻼﺕ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ، ﻭﻗﺎﻝ: »ﺃﺧﺮﺟﻮﻫﻢ ﻣﻦ ﺑﻴﻮﺗﻜﻢ
ﻗﺎﻝ: ﻓﺄﺧﺮﺝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻼﻧﺎ، ﻭﺃﺧﺮﺝ ﻋﻤﺮ ﻓﻼﻧﺎ

Dari Ibnu Abbas, katanya, “Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam melaknat para lelaki mukhannats dan para wanita mutarajjilah. Kata beliau, ‘Keluarkan mereka dari rumah kalian’, maka Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengusir Si Fulan, sedangkan Umar mengusir Si Fulan”

Dalam riwayat lain disebutkan:

،ﻟﻌﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺍﻟﻤﺘﺸﺒﻬﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
ﺑﺎﻟﻨﺴﺎﺀ ﻭﺍﻟﻤﺘﺸﺒﻬﺎﺕ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺑﺎﻟﺮﺟﺎﻝ

Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa sallam melaknat para lelaki yang menyerupai wanita, dan para wanita yang menyerupai laki-laki. 

Riwayat yang kedua ini menafsirkan tentang yang dimaksud dengan mukhannats dan mutarajjilah dalam hadits yang pertama. Sehingga menjadi jelas bahwa yang dimaksud mukhannats adalah laki-laki yang menyerupai perempuan, baik dari cara berjalan, cara berpakaian, gaya bicara, maupun sifat-sifat feminin lainnya. Sedangkan mutarajjilah adalah wanita yang menyerupai laki-laki dalam hal-hal tersebut. Secara bahasa, kata mukhannats berasal dari kata dasar khanitsa-yakhnatsu. Artinya, berlaku lembut. Dari istilah umum tersebut, maka istilah banci, bencong, waria cocok untuk mengartikan mukhannats. Sedangkan untuk istilah, mutarajjilah, mungkin terjemahan yang paling mendekati adalah “ WANITA TOMBOY”.

Dalam Syarahnya, al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullâh mengatakan, bahwa laknat dan celaan Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa sallam tadi khusus ditujukan kepada orang yang sengaja meniru lawan jenisnya. Adapun bila hal tersebut bersifat pembawaan (karakter asli), maka ia cukup diperintah agar berusaha meninggalkannya semaksimal mungkin secara bertahap. Bila ia tidak mau berusaha meninggalkannya, dan membiarkan dirinya seperti itu, barulah ia berdosa, lebih-lebih bila ia menunjukkan sikap ridha dengan perangainya tadi.

Adapun sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa mukhannats alami tidak dianggap tercela ataupun berdosa. Maksudnya ialah seseorang yang tidak bisa meninggalkan cara berbicara yang lembut dan gerakan gemulai setelah ia berusaha meninggalkannya. Sedangkan bila ia masih dapat meninggalkannya walaupun secara bertahap, maka ia dianggap berdosa bila melakukannya tanpa udzur.

Dari keterangan tadi, dapat disimpulkan bahwa banci terbagi menjadi dua.

Pertama: Banci alami. Kodratnya sejak lahir : seperti memiliki postur tubuh yang menyerupai wanita, lisan yang apabila berbicara menyerupai wanita dan lainnya. Yaitu seseorang yang ucapannya lembut dan tubuhnya gemulai secara alami, dan ia tidak dikenal sebagai orang yang suka berbuat keji. Maka orang seperti ini tidak dianggap fasik. Dia bukan orang yang dimaksud oleh hadits-hadits di atas sebagai objek celaan dan laknat.

Kedua: Banci karena sengaja meniru-niru kaum wanita. Dilahirkan dengan normal seperti laki-laki kemudian berusaha untuk berbicara, bergerak, bertabiat dan berhias seperti wanita. , dengan melembutkan suara ketika berbicara, atau menggerakan anggota badan dengan lemah gemulai. Perbuatan ini adalah kebiasaan tercela dan maksiat yang menjadikan pelakunya tergolong fasik.
Pembagian ini juga berlaku bagi wanita yang menyerupai laki-laki (waria). Sebab pada dasarnya
kaum wanita juga terkena perintah dan larangan dalam agama sebagaimana laki-laki, selama tidak ada dalil yang mengecualikannya.

Jadi, tindakan menyerupai lawan jenis yang disengaja bukanlah hal sepele. Tindakan itu tergolong dosa besar dan merupakan perbuatan tercela. Nantinya tidak hanya berpengaruh secara lahiriyah, namun juga merusak kejiwaan. Seorang banci memiliki fisik seperti laki-laki, namun jiwanya menyerupai wanita. Demikian pula waria yang fisiknya wanita, namun jiwanya laki-laki. Mereka sengaja mengubah fisik dan kejiwaan aslinya, sehingga hati mereka pun turut berubah dan rusak karenanya. Oleh sebab itu, kaum banci dan waria jarang sekali mendapat hidayah dan bertaubat dari dosa besar tersebut. Ini merupakan peringatan dari Allâh Ta’âla agar kita mengambil pelajaran darinya, dan bersyukur kepada-Nya yang telah menjadikan kita memiliki jiwa dan raga yang
sehat wal afiat.

Hukum keduanya ini pun akan berbeda, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Jenis pertama tidak mendapat cela,ejekan, dosa dan hukuman karena ini adalah sesuatu yang merupakan kodratnya dari lahir dan wajib bagi dia untuk berusaha merubahnya semampu dia walaupun secara bertahap. Apabila dia tidak berusaha merubahnya bahkan senang dengannya maka dia berdosa, ditambah lagi apabila dia malah mengikuti kekurangan fisik tersebut dengan memakai pakaian wanita, berhias dengan hiasan wanita yang tidak terkait kodrat fisiknya maka dia sudah masuk ke jenis kedua.

Berkata Al-Hafidz : “Dan adapun tercelanya menyerupai cara bicara dan cara berjalan (wanita) adalah dikhususkan bagi yang bersengaja untuk melakukannya . Adapun yang keadaan itu merupakanasal penciptaannya (sejak lahir) maka dia diperintahkan berusaha untuk meninggalkannya dan menghilangkannya secara bertahap dan apabila dia tidak melakukannya dan berpaling dari usaha tersebut maka dia tercela apalagi tampak darinya apa yang menunjukkan bahwa dia ridho dengan keadaan seperti itu (Fathul bari’ , 10/332).

Beliau juga berkata terkait pendapat Al-Imam An- Nawawi : “Dan adapun pendapat yang memutlakkan seperti An-Nawawi yang berpendapat bahwa Al- Mukhonats yang berasal dari kodrat (penciptaanya) tidak bisa ditimpakan kepadanya kesalahan maka pendapat ini dibawa kepada keadaan apabila dia tidak mampu untuk meninggalkan gaya wanita dan kekurangan pada gaya berjalan dan berbicaranya itu setelah dia berusaha untuk melakukan terapi pengobatan untuk
meninggalkannya dan adapun apabila kapan saja dia mampu untuk meninggalkan hal itu walau bertahap kemudian dia meninggalkan usaha tersebut maka hal itu adalah dosa (kesalahan) (Fathul Bari’ , 10/332).

B. Beberapa Pertanyaan / Hukum-Hukum Seputar Orang Banci

Bolehkah Banci (Al-Mukhonats) Menjadi Imam Shalat ?

Jika yang bersangkutan banci alami, maka ia sah menjadi imam shalat. Dan ia tetap diperintahkan
untuk berusaha meninggalkan sikap bancinya secara kontinyu dan bertahap. Bila ternyata belum bisa juga, maka tidak ada celaan baginya. Adapun jika ia pura-pura banci, maka ia dianggap fasik. Dan orang fasik hukumnya makruh menjadi imam, demikian menurut ulama Hanafiyah, Syafi’iyah,
Zhahiriyah, dan salah satu riwayat dalam madzhab Maliki.[16]

Adapun menurut ulama Hanabilah dan Malikiyah dalam riwayat lainnya, orang fasik tidak sah menjadi imam shalat.[17]] Hal ini didasarkan kepada pendapat Imam az-Zuhri rahimahullâh yang mengatakan, “Menurut kami, tidak boleh shalat bermakmum di belakang laki- laki banci, kecuali dalam kondisi darurat yang tidak bisa dihindari lagi,” sebagaimana yang dinukil oleh Imam al-Bukhâri[18]

Bolehkah Seorang Banci (Al-Mukhonats) Memandang Wanita ?

Al-Mukhonats yang memiliki ketertarikan pada wanita, maka tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang haramnya dia masuk kepada wanita dan memandang kepada mereka.Adapun Al-Mukhonats yang berasal dari kodratnya dan tidak memiliki ketertarikan pada wanita maka ada dua
pendapat :

Pertama : Al-Malikiyah, Al-Hanabilah, dan sebagian Al-Hanifiyah memberi keringanan kepada Al-
Mukhonats jenis ini untuk berada bersama wanita dan bolehnya dia memandang wanita. Berdalil
pengecualian tentang golongan yang boleh memandang kepada wanita dalam Firman Allah :

ﺍﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻭﻟﻲ ﺍﻟﺈﺭﺑﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
Artinya : ” “Atau laki-laki yang mengikuti kalian yang tidak punya syahwat terhadap wanita.” (QS. An-Nur:31)

Pendapat kedua : As-Syafi’iyah dan kebanyakkan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa Al-Mukhonats yang tidak memiliki ketertarikan pada wanita tidak boleh masuk kepada wanita dan memandang kepada mereka. Berdalil dengan hadits Ummu salamh Rhadiyallahu‘anha:

ﺃﻧﺎﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺩﺧﻞ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻋﻨﺪﻫﺎ ﻣﺨﻨﺚ ﻭﻫﻮ
ﻳﻘﻮﻝ ﻟﻌﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺧﻴﻬﺎﺇﻥ ﻳﻔﺘﺢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻄﺎﺋﻒ ﻏﺪﺍ ﺩﻟﻠﺘﻚ ﻋﻠﻰ ﺍﻣﺮﺃﺓ
ﺗﻘﺒﻞ ﺑﺄﺭﺑﻊ ﻭﺗﺪﺑﺮ ﺑﺜﻤﺎﻥ ﻓﻘﺎﻻﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﺃﺧﺮﺟﻮﻫﻢ ﻣﻦ ﺑﻴﻮﺗﻜﻢ

Artinya : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam masuk ke rumahku sementara di sisiku ada seorang mukhannats. Aku mendengar mukhannats itu berkata kepada Abdullah bin Abi Umayyah (saudara laki-laki Ummu Salamah,): “Wahai Abdullah! Jika besok Allah membukakan/ memenangkan Thaif untuk kalian, maka hendaklah engkau berupaya dengan sungguh- sungguh untuk mendapatkan putri Ghailan, karena dia menghadap dengan empat dan membelakangi dengan delapan”. Ucapannya yang demikian didengar oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam , maka beliau pun menetapkan: “Mereka (mukhannats) itu sama sekali tidak boleh masuk menemui kalian lagi.” (HR. Al-Bukhari no. 4324 dan Muslim no. 21807)

Makna kalimat : “ menghadap dengan empat dan membelakangi dengan delapan ” ini adalah penyifatan fisik wanita yang disukai pada saat itu yaitu lekukan itu sampai ke pinggangnya, pada masing-masing sisi (pinggang) empat sehingga dari belakang terlihat seperti delapan.

Hukum Seorang Wanita menikah dengan Seorang Banci (Al-Mukhonats) ?

Tidak boleh seorang wanita menikah dengan banci sampai dia bertaubat, apalagi Al-Mukhonats (banci) tersebut seorang pelaku homoseksual. Karena tergabung padanya dua laknat , laknat pelaku
homoseksual dan laknat karena dia menyerupai wanita. (lihat Majmu’ Al-fatawa 15/321)Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wassallam bersabda :

ﻋﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤﻞ ﻗﻮﻡ ﻟﻮﻁ ،ﻟﻌﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤﻞ ﻗﻮﻡ
ﻟﻮﻁ ، ﻟﻌﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤﻞ ﻗﻮﻡ ﻟﻮﻁ

Artinya : ‘Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang
melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth’” (HR Ahmad dan selainnya dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma, As-Shohihah No. 3462).

Dan juga dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma , beliau berkata:

ﻟﻌﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻤﺎﻟﻤﺘﺸﺒﻬﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
ﺑﺎﻟﻨﺴﺎﺀ ﻭﺍﻟﻤﺘﺸﺒﻬﺎﺕ ﻣﻨﺎﻟﻨﺴﺎﺀ ﺑﺎﻟﺮﺟﺎﻝ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari No. 5885)

Bolehkah Mengucap Salam Kepada Banci (Al- Mukhonats) ?

Berkata Abu Dawud Rahimahullahu : Aku bertanya kepada Imam Ahmad Rahimahullahu : ” Apakah boleh (aku) mengucapkan salam kepada Al-Mukhonats ??” beliau menjawab ? : “Aku tidak tahu, As-Salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah Azza wajalla”Berkata Ibnu Taimiyah : “Maka sungguh beliau telah Tawaqquf (tidak memberi keputusan) dalam perkara salam terhadap Al-Mukhonats “ (Al-Mustadrok ala Majmu’ul Fatawa, 3/211)

Bolehkan Menjadikan Seorang Banci ( Al- Mukhonats)Menjadi Pemimpin ?

Berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullahu : “Maka yang mengagungkan Al-Mukhonats dari kalangan laki-laki dan menjadikan untuk mereka kepemimpinan dan memegang urusan maka hal tersebut adalah haram.” (Al-Istiqomah, 1/321)

Sahkah Persaksian dari Seorang Banci ( Al- Mukhonats) ?

Dinukil dari pendapat madzhab Al-Hanafiyah yaitu tidak diterimanya persaksian Al-Mukhonats karena termasuk dari orang fasiq (Al-Bahru Ro’iq, Hafidzuddin An-Nasafi 7/84)

C. Banci /Waria Pada Masa Rasulullah

Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi saw sedang berada di rumah Ummu Salamah di rumah itu sedang ada seorang waria, Waria itu berkata kepada saudara laki-laki Ummu Salamah, Abdullah bin Abi Umayah, ’Jika Allah membukakan buat kalian Thaif besok, maka aku akan tunjukkan kepadamu anak perempuan ghoilan, ia seorang yang memiliki perut yang langsing. Maka Nabi saw pun bersabda,’Janganlah orang ini memasuki (tempat-tempat) kalian.”(HR Bukhori)

Al Hafizh menyebutkan apa yang diriwayatkan al Jurjani dalam tarikh-nya dari jalan az Zuhri dari Ali bin al Husein bin Ali berkata,”Pernah ada seorang waria memasuki rumah istri-istri Nabi dan orang itu bernama Hit.” Dikeluarkan oleh Abu Ya’la, Abu Awanah dan Ibnu Hiban seluruhnya dari jalan Yunus dari azZuhri dari Urwah dari Aisyah bahwa Hit lah yang memasukinya.” (Fathul Bari juz IX hal 396)

D. Bagaimana Sikap Kita Terhadap Banci / Waria

Dalam menyikapi atau memperlakukan khuntsa ghoiru musykil (waria yang mudah dikenal jenis kelaminnya) baik melalui tanda-tandanya setelah baligh / dewasa dengan melihat perubahan pada organ-organ tubuhnya atau pada tempat keluar air seninya apabila ia masih anak-anak, maka apabila yang dominan dan tampak dalam dirinya adalah tanda-tanda laki-lakinya maka diberikan hukum laki-laki kepadanya baik dalam pemandiannya saat meninggal, saff shalatnya maupun warisannya. Begitu pula apabila yang tampak dan dominan dalam diri seorang khuntsa ghoiru musykil adalah tanda-tanda wanitanya maka diberikan hukum wanita terhadap dirinya.

Adapun terhadap khuntsa musykil (waria yang sulit dikenali jenis kelaminnya) maka Imam al Kasani
mengatakan,”Jika dia meninggal dunia maka tidak halal bagi kaum laki-laki untuk memandikannya karena adanya kemungkinan dia seorang wanita dan tidak dihalalkan bagi kaum wanita untuk memandikannya karena adanya kemungkinan dia seorang laki-laki akan tetapi cukup ditayamumkan. Orang mentayamumkannya bisa laki-laki atau wanita, jika yang mentayamumkannya adalah dari
kalangan mahramnya maka bisa dengan tanpa menggunakan kain namun apabila bukan dari mahramnya maka menggunakan kain serta menutup pandangannya dari tangannya (siku hingga ujung jarinya).

Adapun berdirinya didalam shaff shalat maka hendaklah dia berdiri setelah shaff kaum laki-laki dan anak-anak sebelum shaff kaum wanita. Dia tidak diperbolehkan mengimami kaum laki-laki dikarenakan adanya kemungkinan dia seorang wanita akan tetapi dia boleh mengimami kaum wanita. (Bada’iush Shona’i juz XVII hal 127 – 129).

E. Sanksi Bagi Orang Banci

Lelaki yang sengaja bertingkah seperti wanita (pura- pura banci) tidak lepas dari dua keadaan:

Pertama : Laki-laki yang sengaja bertingkah sebagai banci tanpa terjerumus dalam perbuatan keji, ini
tergolong maksiat yang tidak ada had maupun kaffaratnya. Sanksi yang pantas diterimanya bersifat
ta’zir (ditentukan berdasarkan pertimbangan hakim), sesuai dengan keadaan si pelaku dan kelakuannya.

Dalam hadits disebutkan, Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjatuhkan sanksi kepada orang banci dengan mengasingkannya atau mengusirnya dari rumah. Demikian pula yang dilakukan oleh para Sahabat sepeninggal beliau.

Adapun ta’zir yang diberlakukan meliputi:

1. Ta’zir berupa penjara. Menurut madzhab Hanafi, lelaki yang kerjaannya menyanyi, banci, dan meratapi kematian pantas dihukum dengan penjara sampai mereka bertaubat

2. Ta’zir berupa pengasingan. Menurut madzhab Syafi’i dan Hambali, seorang banci hendaklah diasingkan walaupun perbuatannya tidak tergolong maksiat (alias ia memang banci asli). Akan tetapi pengasingan tadi dilakukan untuk mencari kemaslahatan. Ibnul-Qayyim rahimahullâh mengatakan, “Termasuk siasat syar’i yang dinyatakan oleh Imam Ahmad, ialah hendaklah seorang banci itu diasingkan; sebab orang banci hanya menimbulkan kerusakan dan pelecehan atas dirinya. Penguasa berhak mengasingkannya ke negeri lain yang di sana ia terbebas dari gangguan orang-orang. Bahkan jika dikhawatirkan keselamatannya, orang banci tadi boleh dipenjara”.

Kedua : Orang banci yang membiarkan dirinya dicabuli dan disodomi.
Orang banci seperti ini sanksinya diperselisihkan oleh para ulama. Banyak fuqaha’ yang berpendapat, ia pantas mendapat hukuman seperti pezina. 

Sedangkan Imam Abu Hanifah rahimahullâh berpendapat, hukumannya adalah ta’zir yang bisa sampai ke tingkat eksekusi, (seperti:) dibakar, atau dijungkalkan dari tempat yang tinggi. Sebab para sahabat juga berbeda pendapat tentang cara menghukumnya.

F. Nasihat Bagi Orang Banci

Sebagai penutup, kami nasihatkan kepada siapa saja yang tergolong banci, agar segera bertaubat kepada Allâh Ta’âla. Tekunlah belajar ilmu syar’i yang dapat mendorong untuk taat kepada Allâh Ta’âla dan menghindari maksiat. Bertemanlah dengan orang-orang yang baik agar mereka mendorong dan menolong dalam kebaikan.

"Demikian artikel mengenai pembahasan banci/waria/tomboy dalam pandangan islam, semoga dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan syariat kita"

No comments:

Post a Comment